Siapa yang tidak
mencintai seorang Ibu?. Ah, sungguh sangat berdosa jika seorang anak yang berani
menyakiti dan tidak mencintai Ibunya. Miris ketika menyimak ayah bercerita
tentang klien beliau di panti jompo. Seorang Ibu yang notabene adalah wanita
yang lemah dengan fisik yang renta dibiarkan tinggal di panti jompo. Aku tidak
tahu apa yang ada dalam pikiran anak-anak mereka.
Berbeda sekali
dengan kisah Ibuku. Di awal kehamilan Ibu, beliau tidak merasakan gejala
mual-mual seperti yang dirasakan wanita hamil pada umumnya. Menurut beliau
tidak ada bedanya saat sedang hamil maupun tidak. Selama 9 bulan, detik demi
detik, hari demi hari, hingga menjelang hari
kelahiranku, Ibu meraskan sakit yang
hebat di perut dan pinggangnya ketika waktu ashar tiba, sampai-sampai Ibu tidak
bisa bangun dari tempat tidur. Tubuh beliau semakin lemah karena beliau harus
berbagi sari makanan denganku. 26 Maret 1994 aku mulai mendapat cahaya terang,
setelah 9 bulan aku berada di rahim Ibu.
Begitu hebat perjuangan
Ibu, oleh karena itu layak sekali jika Ibu disebut sebagai pahlawan sejati dalam
kehidupan. Bagiku Ibu yang tulus dan ikhlas menjaga dan menyayangiku dengan
begitu sabar, mendidik dengan ajaran-ajaran kebaikan, membuatku tumbuh menjadi
pribadi yang kuat dan tegar dalam menjalani kehidupan, membuat aku berpikir
bahwa Ibu adalah pahlawanku yang sebenarnya.
Bagiku, Ibu adalah
orang yang hebat, selalu teringat dan terngiang, dulu ketika aku akan berangkat
sekolah, sepagi apapun beliau selalu menyediakan makan pagi. Sampai aku kuliahpun
ketika aku akan kembali ke kota peraduan, beliau selalu menyiapkan makan pagi
padahal aku berangkat pukul 03.00 WIB. Bisa dibayangkan ketika pukul 03.00 WIB
sudah siap, kapan ibu bangun untuk menyiapkan makan pagiku?. Tentu pagi sekali.
Bersyukur di
usianya yang semakin menua, Ibu tampak masih sehat, meski harus kontrol sebulan
sekali akibat hipertensi. Bersyukur karena Ibu masih mendampingiku, karena
sejujurnya aku selalu membutuhkan kasih sayang dan bimbingan beliau. Akan
sangat berat rasanya ketika suatu saat aku harus berpisah dari beliau, tetapi
ketika Allah lebih menyayangi ibu, aku harus rela ibu bersama Rabb yang
menciptakan alam ini.
Belum banyak yang
ku persembahkan untuk beliau, prestasi akademik dan non akademik salah satu hal
yang dapat membuat beliau bangga, mulai dari 10 besar LKIR kabupaten, peserta jambore
daerah Jawa Timur, wakil ketua Osis, wakil ketua DKG, juara 4 Bussiness
Plan se-Jawa-Bali, juara 2 OSN kabupaten, bergabung dengan Moslem Youth Club, HMJ BSI, SKI JBSI, UKKI Unesa, dan lolos PKM
didanai dikti. Ibu tidak pernah menuntutku ini dan itu. Ibu yakin dan percaya
bahwa aku akan melakukan suatu hal yang dapat membanggakan beliau.
Tidak ada kata yang
lebih layak ku ucapkan kecuali rasa syukur dan terima kasih karena aku memiliki
seorang Ibu yang baik, seorang Ibu hebat yang membuat aku merasa selalu
merindukan belaian kasih sayang beliau. Walaupun kini aku telah dewasa tetapi
kasih sayang Ibu terbukti tidak pernah sedikitpun berkurang. Beliau masih saja mau
aku repoti, ada saja upaya yang dilakukan Ibu untuk berusaha membahagiakanku.
Mulai dari memasakan masakan kesukaanku, membelikan baju, hingga hal-hal kecil
yang sebenarnya sudah bisa ku beli dan kerjakan sendiri. Aku banyak belajar
dari Ibu tentang bagaimana menjalani hidup, bagaimana ia mencintai dalam diam, berikhtiar,
bersabar, ikhlas, dan bertawakal.
Ibu... aku tidak
akan pernah bisa membalas semua jerih payah yang engkau lakukan untukku. Dan aku
tahu engkau juga tidak pernah berharap apa yang selama ini Ibu berikan
suatu saat akan ku kembalikan. Hanya doa yang dapat ku berikan, semoga
engkau selalu sehat dan dapat menghabiskan masa tua bersama ayah dalam suka
maupun duka. Aku tidak sering mengatakan kalau aku mencintai dan menyayangi
beliau, karena menurutku “cinta tidak butuh kata, memberi yang terbaik adalah
wujud cinta sesungguhnya”.
“Ya
Allah ampunilah aku, juga kedua ibu bapakku, dan kasihanilah keduanya
sebagaimana mereka mengasihani aku sejak kecil”
Fierda Kurnia Aditama
12020074202
0 komentar:
Posting Komentar