Sabtu, 15 Maret 2014

Maafkan Aku Ibu

Keterampilan Menulis (Teks Narasi)
Persembahan untuk ibu
Nama : Imron Kurniawan
Nim    : 122074020/PA 2012

Maafkan Aku Ibu
Saat itu usiaku masih 12 tahun, ketika ibuku terus saja mengomel kepadaku karena aku tidak mau mengaji. Segala rayuan dan cacian silih berganti ku dengar. Ibuku memang selalu begitu, jika rayuannya tak membuat aku luluh maka cacianlah yang harus ke dengar. Ibuku akan senang jika melihat aku mengerjakan sesuatu sebelum ia menyuruhku. Tetapi aku terlalu nakal saat itu, aku lebih sering membantah daripada nurut dengan perintah ibuku. Meskipun begitu ibuku tidak pernah menyimpan kecewa kepadaku.
Suatu hari aku melihat ibuku membuatkan aku bubur kacang ijo kesukaanku. Tidak sedikitpun ibuku teringat dengan kenakalanku yang selalu membantah ucapannya. Setiap kata yang diucapkannya selalu aku bantah dengan nada yang lebih keras. Karena menurutku ibu terlalu banyak bicara dan mengaturku tidak seperti teman-temanku yang lain.
Ketika aku menginjak remaja aku merasa ibuku semakin cerewet saja. Salat dan Ngaji selalu saja ia katakan setiap melihatku duduk di depan TV. Meskipun dengan mengomel, aku turuti apa kata ibuku karena jika tidak kuturuti maka aku akan sulit mendapat uang jajan. Ibuku memang pelit jika aku tidak mau salat dan ngaji.
Kebanggaan terbesar yang pernah kuberikan kepada ibuku adalah ketika aku berhasil mengkhatamkan al-quran diusiaku yang masih 15 tahun. Sedikit rasa bahagia yang mungkin bisa mengobati rasa sakit karena kenakalanku yang tidak wajar. Jika aku ingat rasanya aku malu dengan ibuku. Ibuku selalu tersenyum dengan sedikit kebaikan yang kulakukan tanpa melihat besar dan seringnya aku menyakitinya. Hingga aku sebesar ini bukan kebahagiaan yang ku beri untuk ibuku melainkan hanyalah beban.
Satu hal terbesar yang selalu membuatku tersenyum mengingat ibuku adalah  ibuku telah memberiku mata hati untuk bersyukur dan membaca firman-Nya. Jika dulu ibuku tak menyuruhku salat dan mengaji maka sekarang aku akan hidup dalam kebodohan dan kerugian.
Ketika dulu ibuku selalu cerewet kepadaku, aku selalu membangkangnya dengan keras dan menganggap semua tidak penting, tetapi kini ibuku jauh denganku, tidak ada lagi sebuah senyum yang kulihat ketika aku salat dan mengaji.
Selalu ku ingat ketika ibuku mengatakan kepadaku bahwa kelak nasibku jangan sampai seperti ibu dan bapakku, ketika ibu dan bapak sudah meninggal nanti jangan lupa untuk selalu mendo’akan ibu dan bapak. Kata yang sederhana tetapi bermakna yang terkadang membuatku merinding ketika aku rindu ibuku. Tidak bisa ku balas kebaikan ibuku yang sekecil biji semangka meskipun dengan kebaikanku yang sebesar dunia.

Maafkan aku ibu, aku sering menyakitimu dengan kata-kata yang membuat hatimu terluka. Maafkan aku ibu, aku belum bisa memberimu kebahagiaan. 

0 komentar:

Posting Komentar