Jumat, 14 Maret 2014

DIBALIK SENYUMAN




Langkah kaki kepulanganmu saat mengantarkanku menuntut ilmu. Masih teringat pesan dan amanat yang kau berikan. Sebungkus nasi dan ikan yang dibawa dari rumah untuk kita makan bersama dalam situasi yang berbeda. Maaf ibu, aku belum bisa membuatmu tersenyum. Dan ketika aku kembali untuk pesan pesan yang kau berikan hanya satu nama yang terlintas pada benakku. Namun, aku mencoba tegar dan kuat, ibuku akan bahagia bila anaknya pergi untuk membekali diri.
Beberapa hari sudah aku lewati, dihadapkan dengan benyaknya perbedaan. Aku yang selalu ingin memelukmu saat diriku rapuh. Mungkin karena kasih sayangmu yang selalu hadir dalam jiwaku, sehingga ketika aku sedih, engkaupun mengalami hal yang sama. Akupun disini selalu mengingat pesan-pesan yang kau berkan, tapi maaf ibu aku belum bisa menjalankan sesuai yang kau harapkan, tapi percayalah aku akan selalu berdoa untuk diriku. Agar aku dapat membahagiakanmu dan menjadi anak yang berbakti kepada orang tua.
Selama lebih kurang tujuh hari aku tidak bisa melihatmu, sedang apa?, bagaimana keadaanmu?, apakah engkau bahagia?. Semua dapat terjawab dengan pelukan dan tangisan saa ku sampai di rumah. Hingga kau membatalkan acara demi menyambut keadaanku. Itulah yang aku rasakan pertama kali saat jauh denganmu ibi. Tanpa ada sepatah katapun yang keluar dari bibirmu, aku sudah mengerti berapa besar kasih sayangmu. Tapi aku belum bisa membalas semuanya, mungkin yang sudah aku berikan kepadamu itu hanyalah sesobek kertas yang harus bisa aku utuhkan kembali.
Aku tau, aku anak perempuan sendiri dari saudara-saudaraku. Tentunya kau akan berharap lebih dari kemampuanku. Segala apapun engkau berikan kepadaku demi kabaikanku, perhatian, kasih sayang, peringatan, dan seterusnya. Semua itu aku dapatkan darimu, tetapi kenapa aku tidak sadar akan hal itu, justru aku selalu menyepelekan. Aku menangis saat aku menyesali perbuatanku kepadamu, dan aku lupa saatku asyik dengan duniaku.
Tolong jelaskan padaku bu, bagaimana anak yang berbakti kepada orang tua itu?. Karena aku ingin menjadi anak yang berbakti kepadamu dan lebih dari itu. Bantu aku bu, aku terlalu bodoh untuk memahami itu. Dan aku janji kebahagiaan akan aku rangkul bersamamu saat aku dapat mewujudkan cita-cita, tanpa ada lagi kesedihan yang tersmbunyi.
Tulisan ini akan ku persembahkan kepadamu dan aku janji akan membacakannya di hadapanmu, IBU. ANAKMU YANG SELALU MENYAYANGIMU.



RIF’ATUL HANIFAH
122074007/P.A/2012

0 komentar:

Posting Komentar