Langkah kaki
kepulanganmu saat mengantarkanku menuntut ilmu. Masih teringat pesan dan amanat
yang kau berikan. Sebungkus nasi dan ikan yang dibawa dari rumah untuk kita
makan bersama dalam situasi yang berbeda. Maaf ibu, aku belum bisa membuatmu
tersenyum. Dan ketika aku kembali untuk pesan pesan yang kau berikan hanya satu
nama yang terlintas pada benakku. Namun, aku mencoba tegar dan kuat, ibuku akan
bahagia bila anaknya pergi untuk membekali diri.
Beberapa hari sudah aku
lewati, dihadapkan dengan benyaknya perbedaan. Aku yang selalu ingin memelukmu
saat diriku rapuh. Mungkin karena kasih sayangmu yang selalu hadir dalam
jiwaku, sehingga ketika aku sedih, engkaupun mengalami hal yang sama. Akupun
disini selalu mengingat pesan-pesan yang kau berkan, tapi maaf ibu aku belum
bisa menjalankan sesuai yang kau harapkan, tapi percayalah aku akan selalu
berdoa untuk diriku. Agar aku dapat membahagiakanmu dan menjadi anak yang
berbakti kepada orang tua.
Selama lebih kurang
tujuh hari aku tidak bisa melihatmu, sedang apa?, bagaimana keadaanmu?, apakah
engkau bahagia?. Semua dapat terjawab dengan pelukan dan tangisan saa ku sampai
di rumah. Hingga kau membatalkan acara demi menyambut keadaanku. Itulah yang
aku rasakan pertama kali saat jauh denganmu ibi. Tanpa ada sepatah katapun yang
keluar dari bibirmu, aku sudah mengerti berapa besar kasih sayangmu. Tapi aku
belum bisa membalas semuanya, mungkin yang sudah aku berikan kepadamu itu
hanyalah sesobek kertas yang harus bisa aku utuhkan kembali.
Aku tau, aku anak
perempuan sendiri dari saudara-saudaraku. Tentunya kau akan berharap lebih dari
kemampuanku. Segala apapun engkau berikan kepadaku demi kabaikanku, perhatian,
kasih sayang, peringatan, dan seterusnya. Semua itu aku dapatkan darimu, tetapi
kenapa aku tidak sadar akan hal itu, justru aku selalu menyepelekan. Aku
menangis saat aku menyesali perbuatanku kepadamu, dan aku lupa saatku asyik
dengan duniaku.
Tolong jelaskan padaku
bu, bagaimana anak yang berbakti kepada orang tua itu?. Karena aku ingin menjadi
anak yang berbakti kepadamu dan lebih dari itu. Bantu aku bu, aku terlalu bodoh
untuk memahami itu. Dan aku janji kebahagiaan akan aku rangkul bersamamu saat
aku dapat mewujudkan cita-cita, tanpa ada lagi kesedihan yang tersmbunyi.
Tulisan ini akan ku
persembahkan kepadamu dan aku janji akan membacakannya di hadapanmu, IBU.
ANAKMU YANG SELALU MENYAYANGIMU.
RIF’ATUL
HANIFAH
122074007/P.A/2012
0 komentar:
Posting Komentar