Kala itu Aku dilahirkan Ibu dari rahimnya, Aku bersama Ibu sudah
bersama-sama sejak 9 bulan lalu, kami berbagi rasa, Aku berlindung di rahimnya
dan beliau sangat bahagia mengandungku. Berbicara tentang Ibu rasanya ingin
pulang ke rumah disaat Aku masih sibuk di luar dan sekadar ingin mencium bau
kehadiran Ibu di rumah. Bagaimana tidak? Ibu itu adalah malaikat penyelamatku
untuk dapat bernapas ketika ku menginjak dunia ini dan menuntunku berjalan
dalam kehidupan dimana aku berpijak. Aku seorang perempuan, yah, yang katanya
perempuan memang orang yang selalu ingin dekat dengan sang Ibu, menurutku
memang demikian, Aku selalu rindu Ibu—dimanapun aku berada. Sejakku
dikandungnya Ibu ikhlas membebani hidupnya untuk menanti wujudku kelak ketika
Aku dilahirkan. Mungkin ini sebab dari rasa selalu inginku dekat dengan Ibu,
ada kontak batin tersendiri karena Aku dan Ibu selalu bersama-sama selama 9
bulan.
Ibu tak capai merasakan hidup, Ibu tak berdiam diri dalam mengarungi
hidup, Ibu selalu berlari mengejar kedudukan hidup yang bermuara pada sebuah
harapan supaya selalu dapat bernapas. Ibu tidak egois, bayangkan saja ketika
mengandungku Beliaupun rela kubebani berat tubuhku yang kian hari kian
menggelembungkan perutnya. Dan ketika ku lahir Ibu tidak begitu saja
mengeluarkanku dari rahimnya, lihat saja proses persalinan yang begitu menyiksa
jiwa dan nyawanya. Aku keluar dari rahimpun dibutuhkan usaha Ibu supaya aku
menjadi buah yang sudah matang dari kuncupnya. Usaha Ibu tak kan sia-sia, mulai
darinya yang memilih untuk menjadi istri dan akan bersedia menghasilkan buah
hatinya.
Perjuangan Ibu tak sampai pada hal itu saja, Ibu harus
mempertanggungjawabkan tugasnya. Aku adalah hadiah dari Tuhan baginya, Ibu akan
merawat dan membesarkan Aku—mengajari hidup dan mendorongku untuk meraih puncak
keberhasilan duniawi yang sempurna sebagai bekal tuk akhirat. Itulah mengapa
Aku merasakan sosok terhangat pada jiwa Ibuku. Ibu sangat tahu apa yang sedang
dibutuhkan anaknya dan tak kan lebih peduli pada dirinya sendiri untuk
memanjakan hidupnya diatas serba kekurangan anaknya, Aku yakin semua Ibu pasti
begitu! itulah sebabnya beliau adalah orang yang istimewa lagi sederhana.
Seperti riwayatku—dilahirkan dari keluarga yang tidak begitu mentereng soal
finansial. Itu tak jadi masalah, karena hidup adalah pilihan—mempersiapkan,
merancang, menjalani, dan melaluinya di atas keridhaan sang Pencipta. Ibu telah
mengajarkan teori itu padaku walau tidak selalu terlihat pada tata tertib
setiap hari yang dituturkannya padaku.
Cukup sederhana saja, gaya hidupku adalah cerminan didikan dan kasih sayang
Ibuku, walau Ayah dan keluarga adalah pelengkap pula.
Aku adalah perempuan, perempuan yang sungguh sangat tahu dan
merasakan hanganya jiwa Ibu, sepeleh saja, ketika Aku dilanda kerisauan pikiran
maka Ibu tiba-tida saja mengetahui dan mengajakku bercengkrama untuk
menyinggungnya seakan tahu aksara apa yang sedang mengganggu pikiran dan hati
anaknya. Ibupun selalu siap sebagai penghangat jiwa dan hatiku. Itu telah
terbukti!. Dekat jantung Ibu ketika ku takhluk didekapnya rasanya tak ingin
beranjak. Memang… Ibu adalah nyawaku, Ibu sebagai pelengkap napasku, hingga
kinipun Aku masih saja bergantung pada hasil keringat Ibu—selagi beliau masih
mampu, baginya.
Aku
adalah penjajak muda di kehidupan ini. Kelak, Aku juga akan seperti Ibu, Aku
akan melakukan apa yang sudah Ibu bimbingkan padaku—cara mengarungi hidup dan
membesarkan buah hatinya. Bagiku menjadi Ibu adalah profesi bagi ganjaran dalam
keluarga. Ibu mempunyai banyak arti, Aku perempuan yang terlahir dari
perempuan, perempuan yang juga akan melahirkan insan Tuhan. Ibu adalah
penghangatku, kaum perempuan!
Delta, 14-04-2014
*Kudedikasikan
kepada Ibuku yang tak kunjung usai kasih sayangnya*
Indah
Iswara/A/122074034
0 komentar:
Posting Komentar