Sabtu, 15 Maret 2014

Hangatnya kehadiran Ibu di balik kaum perempuan



Kala itu Aku dilahirkan Ibu dari rahimnya, Aku bersama Ibu sudah bersama-sama sejak 9 bulan lalu, kami berbagi rasa, Aku berlindung di rahimnya dan beliau sangat bahagia mengandungku. Berbicara tentang Ibu rasanya ingin pulang ke rumah disaat Aku masih sibuk di luar dan sekadar ingin mencium bau kehadiran Ibu di rumah. Bagaimana tidak? Ibu itu adalah malaikat penyelamatku untuk dapat bernapas ketika ku menginjak dunia ini dan menuntunku berjalan dalam kehidupan dimana aku berpijak. Aku seorang perempuan, yah, yang katanya perempuan memang orang yang selalu ingin dekat dengan sang Ibu, menurutku memang demikian, Aku selalu rindu Ibu—dimanapun aku berada. Sejakku dikandungnya Ibu ikhlas membebani hidupnya untuk menanti wujudku kelak ketika Aku dilahirkan. Mungkin ini sebab dari rasa selalu inginku dekat dengan Ibu, ada kontak batin tersendiri karena Aku dan Ibu selalu bersama-sama selama 9 bulan.
Ibu tak capai merasakan hidup, Ibu tak berdiam diri dalam mengarungi hidup, Ibu selalu berlari mengejar kedudukan hidup yang bermuara pada sebuah harapan supaya selalu dapat bernapas. Ibu tidak egois, bayangkan saja ketika mengandungku Beliaupun rela kubebani berat tubuhku yang kian hari kian menggelembungkan perutnya. Dan ketika ku lahir Ibu tidak begitu saja mengeluarkanku dari rahimnya, lihat saja proses persalinan yang begitu menyiksa jiwa dan nyawanya. Aku keluar dari rahimpun dibutuhkan usaha Ibu supaya aku menjadi buah yang sudah matang dari kuncupnya. Usaha Ibu tak kan sia-sia, mulai darinya yang memilih untuk menjadi istri dan akan bersedia menghasilkan buah hatinya.
Perjuangan Ibu tak sampai pada hal itu saja, Ibu harus mempertanggungjawabkan tugasnya. Aku adalah hadiah dari Tuhan baginya, Ibu akan merawat dan membesarkan Aku—mengajari hidup dan mendorongku untuk meraih puncak keberhasilan duniawi yang sempurna sebagai bekal tuk akhirat. Itulah mengapa Aku merasakan sosok terhangat pada jiwa Ibuku. Ibu sangat tahu apa yang sedang dibutuhkan anaknya dan tak kan lebih peduli pada dirinya sendiri untuk memanjakan hidupnya diatas serba kekurangan anaknya, Aku yakin semua Ibu pasti begitu! itulah sebabnya beliau adalah orang yang istimewa lagi sederhana. Seperti riwayatku—dilahirkan dari keluarga yang tidak begitu mentereng soal finansial. Itu tak jadi masalah, karena hidup adalah pilihan—mempersiapkan, merancang, menjalani, dan melaluinya di atas keridhaan sang Pencipta. Ibu telah mengajarkan teori itu padaku walau tidak selalu terlihat pada tata tertib setiap hari  yang dituturkannya padaku. Cukup sederhana saja, gaya hidupku adalah cerminan didikan dan kasih sayang Ibuku, walau Ayah dan keluarga adalah pelengkap pula.
Aku adalah perempuan, perempuan yang sungguh sangat tahu dan merasakan hanganya jiwa Ibu, sepeleh saja, ketika Aku dilanda kerisauan pikiran maka Ibu tiba-tida saja mengetahui dan mengajakku bercengkrama untuk menyinggungnya seakan tahu aksara apa yang sedang mengganggu pikiran dan hati anaknya. Ibupun selalu siap sebagai penghangat jiwa dan hatiku. Itu telah terbukti!. Dekat jantung Ibu ketika ku takhluk didekapnya rasanya tak ingin beranjak. Memang… Ibu adalah nyawaku, Ibu sebagai pelengkap napasku, hingga kinipun Aku masih saja bergantung pada hasil keringat Ibu—selagi beliau masih mampu, baginya.
Aku adalah penjajak muda di kehidupan ini. Kelak, Aku juga akan seperti Ibu, Aku akan melakukan apa yang sudah Ibu bimbingkan padaku—cara mengarungi hidup dan membesarkan buah hatinya. Bagiku menjadi Ibu adalah profesi bagi ganjaran dalam keluarga. Ibu mempunyai banyak arti, Aku perempuan yang terlahir dari perempuan, perempuan yang juga akan melahirkan insan Tuhan. Ibu adalah penghangatku, kaum perempuan!

Delta, 14-04-2014

*Kudedikasikan kepada Ibuku yang tak kunjung usai kasih sayangnya*
Indah Iswara/A/122074034

0 komentar:

Posting Komentar