“Lelaki itu”
Lelaki itu berada
di tengah ruangan persegi
berhawa sejuk , duduk rapi dan tenang di atas kursi kayu
besi berlipat yang berwarna
cokelat,
kursi kayu besi berlipat yang
berwarna cokelat yang didudukinya tepat berada
di sebelah kanan setelah memasuki pintu ruangan itu. Ia sama sekali tidak pernah absen untuk
menduduki kursi kayu besi berlipat yang berwarna cokelat itu sembari dengan kebiasaanya
termangu pada ruangan persegi
berhawa dingin hanya untuk memaksa
dirinya siap menerima materi perkuliahan sehari-hari.
Dialah lelaki yang mempunyai badan yang agak tinggi daripada sebayanya
dengan postur
tubuh yang kurus namun berisi—tegap dan tegas seperti para profesi militer. Mempunyai
tampang yang tidak begitu menawan namun memiliki alis yang begitu tajam, dengan
senyumnya yang misterius, karena senyumnya tak melulu diumbarnya pada setiap
orang yang melihat. Sesekali
Ia
selalu mengenakan kemeja yang rapi berbatik ungu ataupun kemeja polos berwarna
gelap dan putih dan bercelana jeans berwarana biru dan hitam yang sangat ciut dan pas di kakinya,
kemeja yang disukainya sering dikenakannya saat menuntut ilmu di dalam ruangan persegi berhawa dingin itu, sebut saja
ruangan kelas. Ruangan kelas itu adalah salah satu area yang tercakup dalam Kampus
Fakultas Bahasa dan Seni—Perguruan
Tinggi Negeri. Kampus yang menjadikan Ia
mengemban tugas sebagai mahasiswa.
Di dalam ruangan kelas itulah Ia
terlihat serius mengerjakan apa yang harus Ia kerjakan, dengan gestur tubuh yang
terlihat selalu berdehem dengan pikiran yang Ia ciptakan
di otaknya. Memang terlihat dari cara Ia berbicara dan berkomunikasi saat
berdikusi, Ia
terkesan pelit bertutur dan pemaknaan bahasa yang dipakainya sulit dimengerti, dapat
dimengerti pun ketika sepatah kata yang Ia tuturkan menimbulkan efek kelucuan
dan ketertawaan jika orang di sampingnya
memahami makna tuturannya. Itulah kebiasaan yang dengan mudah
ditangkap oleh setiap orang yang memandangnya.
Dialah mahasiswa yang tak lepas dari gaya perawakan dan perilaku yang
berbeda dengan yang lain. Gaya yang
menjadi ciri khasnSya yang sangat
melekat pada ingatan
setiap orang ketika
melihatnya, memang Dia
terlihat rapi, tenang, taat
pada materi perkuliahan, sok serius dalam ruangan kelas,
namun tak mengubah kebiasaanya yang
mencuat begitu konyol tiba-tiba. Dan di dalam ruangan kelas itu tampak dirinya
begitu semangat pun terlihat
lesu karena terbiasa serius dengan perkuliahan dan tidak banyak orang di
sampingnya yang diajak bicara. Ia memang tak terlihat mewah terhadap segalanya yang menempel pada dirinya,
tetapi
Ia
dapat terlihat
sederhana sehingga setiap
orang ketika melihatnya
dapat menangkap sisi kebaikan lelaki
itu.
Oleh:
Indira, Indah, Sony, dan, Roikhatul.
Artistik
“Lelaki itu”
Tepat di dalam ruangan persegi berhawa dingin, sebut saja ruangan kelas,
duduklah lelaki paruh baya berbadan agak tinggi, tegap dan tegas dengan raut
wajah yang misterius lengkap dengan raut wajah ketidakpeduliannya terhadap
sekitarnya. Ketika aku dan teman-teman menyapanya,
Dia
hanya memasang wajah datar dan tak ada senyum yang mengembang di bibirnya.
Buaian, rayuan, bahkan ejekan ketika
kami kesal dengannya kami lontarkan
namun tak
akan memancing bibir kakunya untuk sekedar menarik ke kanan dan ke kiri
beberapa ukuran derajat.
Tubuh
tinggi nan tegap yang
dia miliki itu bagi kami tak cocok dengan gaya sifat dan perilaku yang Dia miliki. Dia yang menurut kami
seorang yang gagah berani bagai gatot kaca yang mungkin bisa menjadi maskot di
kelas kami ternyata seorang
yang pendiam, tak banyak bicara dan super cuek. Namun jangan ditanya ketika Dia sedang berdiskusi khusus untuk mencurahkan hati yang
sekadar bercakap dengan teman yang berusaha duduk dekat di sampingnya ataupun
teman yang baru Dia kenal, Dia akan
membuat orang di
sampingnya terbahak-bahak dan tidak
berhenti untuk tertawa. Karena
ucapan yang Ia lontarkan begitu sedikit, seadanya, seperlunya, dan melawak yang
cekak sehingga orang akan merasa
terkejut dan tidak mengira.
Memiliki perawakan tegas dan perilaku misterius namun terkadang
bertingkah konyol, aneh dan, menyebalkan ketika didekati. Dialah mahasiswa. Tak
jarang aktivitas yang sering dia
lakukan yakni sebagai mahasiswa yang lamcing—Dosen Salam
langsung plencing, maksudnya adalah ketika perkuliahan
selesai maka dia langsung pulang, tak ada waktu untuk sekadar nongkrong atau
makan di kantin dengan teman-teman
sebayanya, ah.. memang mungkin Dia mempunyai kehidupan sendiri yang Ia alami
dan Ia nikmati sendiri dengan santainya.
Oleh:
Indira, Indah, Sony, dan, Roikhatul.
0 komentar:
Posting Komentar