Minggu, 16 Maret 2014

IBUKU INSPIRASIKU


IBUKU INSPIRASIKU

Kebahagiaan itu terpancar dari raut wajah perempuan itu, yang sedang  berbaring santai di atas pelataran rumah. Mengisahkan kedamaian yang ada. Ya itu ibuku, seorang perempuan yang telah mengabdikan dirinya kepada seorang laki-laki selama 31 tahun yaitu ayahku. Kini usianya belum genap 51 tahun, namun tak terlihat keluhan dalam pengabdiannya. Ibuku mempunyai sifat yang sabar, telaten, ulet, ramah, dan tegas dalam mendidik putra dan putrinya. Aku merupakan anak ragil Ibuku dari dua orang kakak laki-laki. Orang tuaku menaruh harapan besar untukku dalam penggapai sebuah cita-cita. Terutama Ibuku yang selalu membimbingku dalam menentukan sebuah pilihan hidup. Ibu bisa dikatakan sahabatku, Ibu juga bisa dikatakan orang tua yang telah melahirkanku. Tak ada kesenjangan diantara aku, Ibu dan Ayahku. Akan tetapi untuk permasalahan dunia pendidikan, aku jauh lebih meminta pertimbangan Ibuku. Karena Ibuku seorang pendidik sekaligus pengajar yang mempunyai banyak pengalaman. Oleh karena itu aku jauh lebih sering beradu argumen dengannya. Tidak hanya tentang dunia pendidikan yang sering aku perdebatkan, namun segala sesuatu yang aku alami dan aku rasakan. Ketika aku sudah mulai mencicipi dunia pendidikan,  Ibukulah yang selalu mengarahkan harus kemana aku melangkah. Hingga ketika aku memilih pasangan hidup, ibuku juga memberikan sebuah gambaran akan pasangan hidup yang baik untukku seperti apa.
Aku selalu ditanamkan sebuah pandangan hidup oleh Ibuku yaitu aku harus berusaha mengejar cita-cita setinggi-tingginya sehingga aku mendapatkan pekerjaan yang pantas aku dapatkan karena usahaku. kedua orang tuaku tidak membiasakan putra-putrinya untuk mengandalkan harta warisan. Karena kedua orang tuaku tidak akan memberikan harta warisan, tetapi akan menyekolahkan putra-putrinya setinggi mungkin. Hal itu akan lebih tinggi makna dan harganya dari pada hanya sekedar harta warisan yang akan membuat putra-putrinya manja. Dan enggan untuk mengejar cita-citanya karena harta warisan sudah didepan mata.
Aku mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang guru bahasa indonesia mulai dari dari TK, sampai aku sekolah menengah atas (SMA). Cita-citaku ini bermula ketika aku yang sangat mengidolakan Ibuku, karena Ibuku adalah guru bahasa indonesia pula. Ibukulah yang menuntunku hingga aku bisa menggapai cita-cita. Namun ketika aku SMA, Ibuku tidak mengizinkanku untuk mengejar cita-citaku menjadi guru bahasa indonesia. Menurut beliau aku tidak cocok menjadi guru bahasa indonesia karena pengalaman tulis menulisku tidak banyak. Aku lebih condong kedunia yang melibatkan interaksi sosial hingga dunia yang berbau fisik seperti dunia organisasi dan dunia paskibraka. Oleh karena itu Ibuku ingin mengubah haluan cita-citaku ke dunia yang cocok dengan dunia yang sering aku geluti yaitu dunia kedinasan. Aku sudah mencoba apa keinginan Ibuku, namun apa daya hati ini tidak bisa dibohongi. Aku tidak bisa mewujudkan keinginan Ibuku untuk bersekolah didunia kedinasan, aku gagal dalam tes. Ibuku sangat sedih dan menyerahkan keputusan dalam memilih cita-cita kepadaku, bahkan Ibuku menyarankan aku untuk menikah saja, karena laki-laki yang setia mendampingiku sudah siap untuk meminangku.
Aku masih ingin mengejar cita-citaku yang selama ini aku impikan yaitu untuk menjadi seorang guru bahasa indonesia seperti sang inspirasi yaitu ibuku. setelah aku berhasil mengejar cita-citaku baru aku akan memikirkan pernikahanku dengan seorang laki-laki yang setia mendampingku kini. Sebelum itu aku akan buktikan kepada Ibuku bahwa aku bisa mewujudkan cita-citaku. Dan akhirnya aku berhasil menjadi calon guru bahasa indonesia di Universitas Negeri yang aku inginkan pula. Aku memberi kabar bahagia ini kepada kedua orang tuaku, terutama Ibuku. Saat itu aku sangat kaget melihat ekspresi Ibuku yang begitu senang melihat anaknya berhasil mewujudkan cita-cita kecilnya dan akupun dipeluk olehnya. Rasa ingin terus membuat bahagia Ibuku seperti ini selalu tertanam dijiwaku, aku akan berusaha sekeras tenaga untuk membuatnya bahagia akan keputusanku menjadi seorang guru seperti ini. Melalui prestasi-prestasi yang akan aku raih di Universitas. Ternyata walaupun Ibuku mencoba mengalihkan haluan cita-citaku, ibupun merasa kurang hati untuk anak perempuan satu-satunya ini masuk kesekolah kedinasan, “tetapi tidak ada salahnya untuk mencoba” kata beliau.
Disini aku bisa menarik sebuah kesimpulan yang akan aku tanamkan dihidupku yaitu Allah tidak akan mengubah nasib kita, apabila kita tidak berusaha mengubahnya. Hal tersebut terjadi di kehidupanku, apabila aku tidak berusaha mewujudkan cita-citaku, maka Allah tidak akan membantuku dalam mewujudkannya. Karena aku yakin akan keputusanku untuk menjadi seorang guru, dan aku berusaha keras dalam mewujudkannya. Akhirnya Allah merestui jalan yang aku pilih yaitu menjadi seorang guru bahasa Indonesia. Tidak akan akan aku sia-siakan kesempatan ini. Dan  kini aku telah menjalani dunia cita-citaku dengan penuh semangat dan harapan besar untuk membahagiakan kedua orang tuaku.
AYU FAIDZA AZMI
122074214


0 komentar:

Posting Komentar