IBUKU
INSPIRASIKU
Kebahagiaan
itu terpancar dari raut wajah perempuan itu, yang sedang berbaring santai di atas pelataran rumah.
Mengisahkan kedamaian yang ada. Ya itu ibuku, seorang perempuan yang telah
mengabdikan dirinya kepada seorang laki-laki selama 31 tahun yaitu ayahku. Kini
usianya belum genap 51 tahun, namun tak terlihat keluhan dalam pengabdiannya.
Ibuku mempunyai sifat yang sabar, telaten, ulet, ramah, dan tegas dalam
mendidik putra dan putrinya. Aku merupakan anak ragil Ibuku dari dua orang
kakak laki-laki. Orang tuaku menaruh harapan besar untukku dalam penggapai
sebuah cita-cita. Terutama Ibuku yang selalu membimbingku dalam menentukan
sebuah pilihan hidup. Ibu bisa dikatakan sahabatku, Ibu juga bisa dikatakan
orang tua yang telah melahirkanku. Tak ada kesenjangan diantara aku, Ibu dan Ayahku. Akan tetapi untuk permasalahan dunia pendidikan, aku jauh lebih meminta
pertimbangan Ibuku. Karena Ibuku seorang pendidik sekaligus pengajar yang
mempunyai banyak pengalaman. Oleh karena itu aku jauh lebih sering beradu argumen
dengannya. Tidak hanya tentang dunia pendidikan yang sering aku perdebatkan,
namun segala sesuatu yang aku alami dan aku rasakan. Ketika aku sudah mulai
mencicipi dunia pendidikan, Ibukulah yang
selalu mengarahkan harus kemana aku melangkah. Hingga ketika aku memilih
pasangan hidup, ibuku juga memberikan sebuah gambaran akan pasangan hidup yang
baik untukku seperti apa.
Aku
selalu ditanamkan sebuah pandangan hidup oleh Ibuku yaitu aku harus berusaha
mengejar cita-cita setinggi-tingginya sehingga aku mendapatkan pekerjaan yang
pantas aku dapatkan karena usahaku. kedua orang tuaku tidak membiasakan
putra-putrinya untuk mengandalkan harta warisan. Karena kedua orang tuaku tidak
akan memberikan harta warisan, tetapi akan menyekolahkan putra-putrinya setinggi
mungkin. Hal itu akan lebih tinggi makna dan harganya dari pada hanya sekedar
harta warisan yang akan membuat putra-putrinya manja. Dan enggan untuk mengejar
cita-citanya karena harta warisan sudah didepan mata.
Aku
mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang guru bahasa indonesia mulai dari dari
TK, sampai aku sekolah menengah atas (SMA). Cita-citaku ini bermula ketika aku
yang sangat mengidolakan Ibuku, karena Ibuku adalah guru bahasa indonesia pula. Ibukulah yang menuntunku hingga aku bisa menggapai cita-cita. Namun ketika aku
SMA, Ibuku tidak mengizinkanku untuk mengejar cita-citaku menjadi guru bahasa
indonesia. Menurut beliau aku tidak cocok menjadi guru bahasa indonesia karena
pengalaman tulis menulisku tidak banyak. Aku lebih condong kedunia yang melibatkan
interaksi sosial hingga dunia yang berbau fisik seperti dunia organisasi dan
dunia paskibraka. Oleh karena itu Ibuku ingin mengubah haluan cita-citaku ke
dunia yang cocok dengan dunia yang sering aku geluti yaitu dunia kedinasan. Aku
sudah mencoba apa keinginan Ibuku, namun apa daya hati ini tidak bisa
dibohongi. Aku tidak bisa mewujudkan keinginan Ibuku untuk bersekolah didunia
kedinasan, aku gagal dalam tes. Ibuku sangat sedih dan menyerahkan keputusan
dalam memilih cita-cita kepadaku, bahkan Ibuku menyarankan aku untuk menikah
saja, karena laki-laki yang setia mendampingiku sudah siap untuk meminangku.
Aku
masih ingin mengejar cita-citaku yang selama ini aku impikan yaitu untuk
menjadi seorang guru bahasa indonesia seperti sang inspirasi yaitu ibuku.
setelah aku berhasil mengejar cita-citaku baru aku akan memikirkan pernikahanku
dengan seorang laki-laki yang setia mendampingku kini. Sebelum itu aku akan
buktikan kepada Ibuku bahwa aku bisa mewujudkan cita-citaku. Dan akhirnya aku
berhasil menjadi calon guru bahasa indonesia di Universitas Negeri yang aku
inginkan pula. Aku memberi kabar bahagia ini kepada kedua orang tuaku, terutama Ibuku. Saat itu aku sangat kaget melihat ekspresi Ibuku yang begitu senang
melihat anaknya berhasil mewujudkan cita-cita kecilnya dan akupun dipeluk
olehnya. Rasa ingin terus membuat bahagia Ibuku seperti ini selalu tertanam
dijiwaku, aku akan berusaha sekeras tenaga untuk membuatnya bahagia akan
keputusanku menjadi seorang guru seperti ini. Melalui prestasi-prestasi yang
akan aku raih di Universitas. Ternyata walaupun Ibuku mencoba mengalihkan
haluan cita-citaku, ibupun merasa kurang hati untuk anak perempuan satu-satunya
ini masuk kesekolah kedinasan, “tetapi tidak ada salahnya untuk mencoba” kata
beliau.
Disini
aku bisa menarik sebuah kesimpulan yang akan aku tanamkan dihidupku yaitu Allah
tidak akan mengubah nasib kita, apabila kita tidak berusaha mengubahnya. Hal
tersebut terjadi di kehidupanku, apabila aku tidak berusaha mewujudkan
cita-citaku, maka Allah tidak akan membantuku dalam mewujudkannya. Karena aku
yakin akan keputusanku untuk menjadi seorang guru, dan aku berusaha keras dalam
mewujudkannya. Akhirnya Allah merestui jalan yang aku pilih yaitu menjadi
seorang guru bahasa Indonesia. Tidak akan akan aku sia-siakan kesempatan ini.
Dan kini aku telah menjalani dunia
cita-citaku dengan penuh semangat dan harapan besar untuk membahagiakan kedua
orang tuaku.
AYU FAIDZA AZMI
122074214
0 komentar:
Posting Komentar