Jumat, 14 Maret 2014

Sosok No. 1 Dalam Hidup





Tidak perlu kalian tanyakan tentang beliau, sosok Nomor 1 dalam hidupku. Masihkah kalian bertanya siapa dia?. Aku harap tidak. Karena aku yakin 90% dari kalian memberikan peringkat itu kepada Beliau. Ya beliau adalah Ibu, Wanita yang telah mengandung kita selama berbulan-bulan, melahirkan kita, merawat kita dengan penuh kasih sayang. Masihkah kalian mau bertanya lagi mengapa aku menyebutnya Sosok nomor 1 dalam hidupku?. Namun semua jasa yang telah beliau berikan pada ku belum juga aku membalasnya, sampai saat ini, sampai detik ini.
Aku gadis remaja yang belumlah mengerti arti balas budi, saat itu aku masih duduk di bangku SMP, masa di mana masih asyiknya aku bersenang-senang dengan teman-teman sepermainan, sampai aku tidak mengingat waktu untuk pulang ke rumah. Betapa cemasnya beliau saat itu. Waktu sudah hampir menunjukan pukul 18.00, namun aku masih belum sampai di rumah. “tuhan lindungi anak ku di manapun dia berada” keihlasan itu terucap dari bibir lembutnya. 18.00 lewat akhirnya aku pulag juga ke rumah. Tanpa merasa bersalah akupun langsung masuk ke dalam kamar dan tidur pulas. Beliau tak berani membangunkanku karena beliau paling tidak tega melihat aku kelelahan. Sampai esok pun tiba, aku kesiangan untuk bangun, ibu sudah berkali membangunkan ku tapi terlalu pulasnya aku sampai tak terasa semua itu. “buk, kenapa ibuk tidak membangunkanku, hari ini aku tes b.inggris”, tanpa memghiraukan perkataan beliau akupun langsung ganti baju dan berangkat ke sekolah. Sesampai di skolah gerbang sudah hampir di tutup, akupun memohon kepada p.Eko satpam sekolah untuk mengizinkan ku masuk, untungnya  p.Eko sudah akrab dengan ku, dan akhirnya aku diperbolehkan untuk masuk. Sudah pasti aku telat masuk ruangan. “semua ini gara-gara ibu,dia tidak membangunkanku”, cerocosku pada teman-temanku. Tanpa sadar siapa diriku, siapa yang merawat dan melahirkanku.
Waktu sudah menunjukan pukul 12.30, waktunya selesai pelajaran dan kembali bermain-main lagi. Ya itulah hidupku, aku yang aktiv di organisasi sekolah, sampai aku jarang pulang ke rumah dan sering tidur di rumah teman-teman ku. Ibu tidak pernah melarangku, karena beliau juga tahu aku memang menyukai dunia itu, tapi beribu kali ibu brpesan padaku “jaga diri baik-baik, jangan lupa solat”. Ah, aku memang bodoh, mempunyai ibu sebaik itu tapi aku jarang menghapirinya, anak macam apa aku ini.
Sampai suatu hari aku mendapatkan nasihat dari kakak perempuanku, dia yang selama ini memberiku motivasi untuk tetap sekolah, walau keadaan keluargaku yang pas pasan namun sangat ramai. “dik, kamu itu jangan sering tidur di rumah teman, kasihan ibu tiap malam memikirkanmu”. Seketika itu darah ku tiba-tiba berhenti. Ibu, ada sosok ibu dalam hidup ini, lantas selama ini apa yang aku fikirkan tentang ibu.  “Oh, tidak, kemana ibuku”.
 Waktu berjalan begitu cepat, roda kehidupan memang tak ada rem nya, dia kan terus berputar untuk kehidupan dunia. Berbagai kisah tentang aku dan ibu telah mengisi kehidupan. Kini aku sudah kelas 3 SMA, dmana aku sudah benar-benar menjadi remaja da harus memilih  jalan hidup yang aku pilih. “nak kemanapun kamu melangkah, do’a ibu kan terus ada untuk mu”. Sekarang aku sudah bukan anak SMP lagi, jadi harus bisa menentukan jalan hidup ku sendiri. “Buk aku ingin kuliah” ucap ku dengan nada sedikit takut. “pergilah nak,jika memang itu cita-mu”.  Keluargaku pas pasan aku tidak yakin jika aku mampu untuk melanjutkan kuliah. Tapi ucapan beliau yang mendorong ku untuk tetap mempertahankan cita ku. “ibu ada biaya?”, beliau hanya tersenyum manis dan menjawab “ semua sudah ada yang ngatur, jika itu jalanmu maka kamu akan sampai disana”. Aku semakin yakin untuk berjalan, menyusuri lorong-lorong yang membawa ku menuju labirin cita ku. Dan semua ucapan beliau benar, allah sudah menyiapkan rejeki untuk aku kuliah. “ Pergilah nak, kejar mimpimu, pulanglah dengan berselempang kesuksesan, ibu yakin kamu bisa, hanya kamu satu-satunya harapan ibu”.
Ibu
D. Zawawi Imron

kalau aku merantau lalu datang 
musim kemarau
sumur-sumur kering, daun pun gugur bersama reranting
hanya mata air airmatamu, ibu, yang tetap lancar mengalir

bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sarisari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar

ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang meyemerbak bau sayang
ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti

bila kasihmu ibarat samudera
sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu
engkau ibu dan aku anakmu
“Ini aku bu, anakmu yang merindukanmu, jika sajak ini tak dapat menembus kerinduan , namun aku yakin do’amu kan menerobos, dan mengalir untuk ku, terima kasih ibu.”

Roikahtul jannah







0 komentar:

Posting Komentar