Kecupan lembut berhias air mata pernah ku rasakan dari wanita paruh baya yang kukenal ketika kornea mataku belum paham betul bentuk rupa. Ia mengajariku setiap inci dunia dengan perabaan nyata hingga aku dapat mendeskripsikan topeng kehidupan. Aku pun pernah merasakan belaian tangan kasar penuh luka pisau dapur, tetapi aku merasakan nyaman. Pelukan yang tidak begitu penting diperbincangkan, tetapi aku bangga akan hal itu.
Iya itu ibuku. Kau pasti mengenal lekat dengan ibumu yang merawat dan mungkin dia sedang mendekap tubuhmu kini. Tapi ibumu tak seperti ibuku. Dia adalah satu satunya wanita yang dapat membuat mata ini kuat menerjang kemelut hati akan kehidupan yang tak
sejalan dengan hayalan yang kita punya. Dia orang pertama yang mendengar cerita tentang dirimu. Tentang cinta yang tak sesuai dengan hayalan yang selalu aku agungkan.
sejalan dengan hayalan yang kita punya. Dia orang pertama yang mendengar cerita tentang dirimu. Tentang cinta yang tak sesuai dengan hayalan yang selalu aku agungkan.
Dia orang pertama yang mengejek dan menertawakan kita ketika aku menangisimu di depannya. Pantas saja dia menertawakan kita, kehidupan cinta kita tak sebanding dengan kehidupan cintanya yang bertahun-tahun teruji oleh bumi dan langit kehidupan. Betapa hebatnya dia bertahun-tahun hidup dengan ujian yang tak terhitung banyaknya. Sedangkan kita, mungkin hanya satu persen saja dari kehidupan cintanya.
Tahu kah kau sayang, ibu mengajari ku tentang arti topeng yang sesungguhnya. Topeng kehidupan yang hanya kita tahu sebatas deskripsi. “setiap orang memikili topeng yang entah kapan akan dia pergunakan” itu kata-kata yang ku ingat dari bibir keriputnya. “kita tak pernah tahu seperti apa kehidupan orang tanpa topeng meskipun mereka sudah bercerita pasti ada bagian tertentu yang mereka tutupi. Karena tidak semua permasalahan dapat mereka bagi dan diumbar ke orang-orang” petuah mengejutkan darinya. “akan tetapi, semua orang pasti mempunyai satu tempat atau orang yang mengetahui dirinya tanpa topeng selain Tuhan.” petuah yang hampir tak kupahami maknanya. Aku bertanya pada ibu “kapan kita akan menggunakan topeng ini bu?”. Tak banyak kata yang tergambar dengan jelas “ semampu dan sekuat kau menghadapi dunia dengan persoalan mu bersama topeng-topeng milik orang lain”.
Kini aku tahu rahasia senyuman ibuku. Mungkin itu hanya topeng yang dia berikan kepada orang-orang dan juga anaknya. Tapi apakah mata juga memiliki topeng?. Mungkin kini aku harus mulai menempelkan topeng kehidupanku. Agar tak banyak orang yang tau
masalah kehidupanku dengan dirimu maupun aku dengan orang lain. “percayalah topeng yang kau pasang dapat menyelamatkanmu dari persepsi orang tentang dirimu” petuah ibu terakhir tentang topeng kehidupan yang ku peroleh ketika tangisanku mulai reda.
masalah kehidupanku dengan dirimu maupun aku dengan orang lain. “percayalah topeng yang kau pasang dapat menyelamatkanmu dari persepsi orang tentang dirimu” petuah ibu terakhir tentang topeng kehidupan yang ku peroleh ketika tangisanku mulai reda.
DIAN ANGGRAINI
122074205 / PA 2012
0 komentar:
Posting Komentar