Ayahku bukan ayah yang istimewa, beliau bukan orang terkemuka, apalagi seorang presiden negara. Ayahku bukan siapa-siapa namun ia begitu berarti, meskipun pernah menggores luka di hati.
Terkadang, saat aku sendiri, aku teringat akan hal yang telah lalu. Saat ayah menggendongku dengan manja, saat ia tersenyum karena anaknya seorang juara, terlebih saat ia memelukku dengan sayang. Aku menangis. Dimana engkau sekarang, Yah..
Aku rindu saat kita masih bisa tersenyum bersama, saat kita duduk dan berbincang, atau saat engkau memandangku dengan penuh amarah kala aku tak peduli dengan petuahmu. Ayah, aku rindu. Dimana engkau sekarang? Ayah, aku menangis! Hapus air mataku, Yah..
Namun, semua rasa rinduku hancur, jika aku teringat hal itu. Hari dimana engkau lebih memilih pergi dengan wanita murahan itu. Brengsek. Engkau dengan semua rasa tegamu, pergi. Tinggalkan saja aku, adik, dan Ibu yang masih bertahan dalam tangis. Apa engkau telah melupakan tawa kita? Bajingan kau. Ingin aku mencarimu, membunuhmu jika perlu, tapi aku tidak setega itu, Ayah. Aku mencintaimu.
Andai saja lembut belaian tangan Ibu tak mampu menenangkan aku, mungkin aku sudah pergi, kemanapun aku mau. Atau, aku akan tetap bertahan menikmati luka dan tangis yang telah engkau goreskan. Aku tidak tahu, apakah aku mencintaimu atau bahkan membencimu, entahlah.
Terkadang, saat aku sendiri, aku teringat akan hal yang telah lalu. Saat ayah menggendongku dengan manja, saat ia tersenyum karena anaknya seorang juara, terlebih saat ia memelukku dengan sayang. Aku menangis. Dimana engkau sekarang, Yah..
Aku rindu saat kita masih bisa tersenyum bersama, saat kita duduk dan berbincang, atau saat engkau memandangku dengan penuh amarah kala aku tak peduli dengan petuahmu. Ayah, aku rindu. Dimana engkau sekarang? Ayah, aku menangis! Hapus air mataku, Yah..
Namun, semua rasa rinduku hancur, jika aku teringat hal itu. Hari dimana engkau lebih memilih pergi dengan wanita murahan itu. Brengsek. Engkau dengan semua rasa tegamu, pergi. Tinggalkan saja aku, adik, dan Ibu yang masih bertahan dalam tangis. Apa engkau telah melupakan tawa kita? Bajingan kau. Ingin aku mencarimu, membunuhmu jika perlu, tapi aku tidak setega itu, Ayah. Aku mencintaimu.
Andai saja lembut belaian tangan Ibu tak mampu menenangkan aku, mungkin aku sudah pergi, kemanapun aku mau. Atau, aku akan tetap bertahan menikmati luka dan tangis yang telah engkau goreskan. Aku tidak tahu, apakah aku mencintaimu atau bahkan membencimu, entahlah.
Ayu Wahana Putri
12020074019
0 komentar:
Posting Komentar